“Nggak tega ngerepotin saudara di sana! Lebih enak kalau bisa mandiri.”
“Paling nggak ayat quran yang udah dihafal, udah dilaksanakan. Tapi kalau ngafal quran 30 juz tapi nggak dilakukan buat apa? Ada suami istri penghafal quran tapi pada berhutang.”
Eh. Kok jadi saya berasa disindir yaa? Penghafal quran tapi ngerepotin orang. Belajar agama tapi nggak mandiri, berhutang dan bergantung pada orang lain.
Ah, gue nggak peduli sih. Daripada kalian, orang-orang yang ngebanggain mandiri tapi nggak belajar-belajar agama. (Ah ya nggak gitu juga Gung ngomongnya, malah bakalan jauh dari kamu nanti. Bukan gitu caranya. Hehe)
Ada dua hal yang perlu dipisahkan, Kawan. Orang yang merasa bodoh lalu dia belajar memahami agamanya dengan ikut taklim, rajin baca dan mencari lingkungan yang mendukung pada taat, tentu lebih baik dong dari mereka yang merasa pintar, terus nggak ada satu jam pun dari waktunya selama satu minggu untuk memperbaiki hubungannya dengan Allah.
Orang yang mandiri, punya penghasilan ideal, kerjaan bagus, mapan, nggak bergantung sama orang lain tentu lebih bagus urusan dunianya daripada mereka yang belum luas rezekinya, masih berhutang, bahkan untuk nutup hutangnya aja harus hutang lagi.
Kawan, satu hal yang harus benar-benar kita pahami.
Misal motivator yang pernikahan pertamanya tidak berjalan baik itu, kita caci dia terus kita merasa lebih baik karena pernikahan kita lancar2 saja misalnya atau malah kita asyik banget hina dia padahal kita ngalamin nikah aja belum. Yakin tuh kita lebih baik segalanya dari dia gitu?
Ada ustadz kondang asal Bandung yang nikah lagi. Widihhh, efeknya besar banget, Kawan, jamaahnya tinggalin sang Ustadz. Dicaci maki lah. Padahal apa yang dilakukannya tidak membuat Allah marah. Orang nggak pernah solat, nggak pernah dakwah aja, beuhh asyik banget tuh jelek-jelekin dia. Seolah dia jauh lebih baik dari sang ustadz, dia lebih baik karena dia gak poligami. Idih, nikah aja belum misalnya. Yakin tuh kita lebih baik segalanya dari sang ustadz?
Kebiasaan buruk kita, termasuk saya yaa. Kita merasa lebih baik dari orang lain, bukan karena kebaikan diri kita sihh. Tapi karena kekurangan yang dimiliki oleh orang lain. Gitu.
Belum paham maksudnya? Contohnya nih ada penghafal quran miskin dan hutangan misalnya, kita merasa lebih baik dari dia karena kita kerja mapan dan penghasilan oke. Kita seolah lupa dengan merasa lebih baik dari si penghafal quran miskin dan hutangan itu, emangnya hafalan quran kita tiba2 nambah 10 juz gitu? Nggak! Nggak sama sekali, Kawan. Kenapa sih kita nggak mikir sebaliknya aja? Orang yang lemah dan rezekinya tidak seluas kita aja, tapi dia bisa memperjuangkan untuk belajar quran sampe segitunya. Lah kita ngapain aja selama ini?
Kita merasa lebih baik dari MT dan Aa karena gak poligami dan pernikahannya lancar2 aja misalnya. Bahkan ada orang-orang yang merasa lebih baik dari mereka padahal ngalamin nikah aja belum. Kocak banget kan? Nih, apakah dengan merasa lebih baik dari mereka, terus tiba2 tulisan atau nasihat yang kita ucapkan langsung didengerin dan diamalkan oleh ribuan orang? Apakah kata-kata kita lantas bisa menyejukkan dan menginspirasi kebaikan kepada orang lain? Nggak juga tuh.
Menyedihkan sekali sikap kita ini, Kawan. Kita bukannya berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, tapi kita malah senang dan merasa lebih baik dari orang-orang yang punya kekurangan. Itu! Eh, emangnya kita nggak punya dosa dan kekurangan gitu yaa?
***
Tentang Pilihan!
Imam Nawawi dan Ibnu Taimiyah adalah contoh dua ulama yang sampe ajal menjemputnya, mereka tidak menikah. Lalu apakah karena mereka tidak menikah, terus kita menikah, kita merasa jauh lebih baik segala-galanya dari mereka? Apakah karena kita menikah lantas tiba-tiba langsung jadi ulama gitu? Kan nggak, Kawan.
Mau belajar agama atau nggak, adalah pilihan. Mau mandiri atau nggak, itu pun pilihan. Bahkan mau menikah atau pun tidak, itu juga pilihan, Kawan.
Oiya satu lagi, kita merasa lebih baik dari orang lain atau tidak pun, itu juga pilihan.
***
Bukan menjudge, tapi mengajak
Ada orang-orang yang solatnya belum full 5 waktu. Bukan untuk dijudge kalau mereka kafir, tapi gimana caranya ngajak mereka mau solat.
Ada orang-orang yang memang belum paham tentang kewajiban memilih pemimpin muslim. Bukan untuk dijudge kalau mereka munafik, tapi gimana caranya ngajak mereka mau milih pemimpin muslim.
Akhir-akhir ini saya sadar satu hal. Ada satu nikmat yang benar-benar anugerah buat kita. Yaitu nikmat mendengar bacaan quran, nikmat duduk di majelis taklim, nikmat menyimak kajian Islam. Karena ternyata ada orang-orang yang dengar bacaan quran tuh biasa aja, liat video ceramah tuh biasa aja. Yaudah. Gitu aja. Kita semangat banget, seneng banget ikut kajian, tapi ada loh orang lain yang merasa biasa aja.
Oh kalau gitu kita lebih baik dong dengan mereka? Bukan itu poinnya. Karena iblis juga merasa lebih baik dari Adam karena iblis diciptakan dari api bukan dari tanah.
Poinnya adalah berbagilah. Share. Kita senang nih dapat nikmat ini. Kita senang dapat nikmat deket2 dengan majelis ilmu, deket2 dengan quran. Ajak lah mereka yang belum mendapatkan nikmat itu untuk merasakan nikmat yang kita rasakan, Kawan.
Itu…
Untukmu. Yang mendapatkan keluasan rezeki dari Allah. Janganlah merasa lebih baik dari yang masih belum berkecukupan. Tapi berbagilah. Bagi ilmunya kepada mereka yang masih belum professional dalam bekerja. Kalau perlu kasih infaq produktif pada mereka yang masih lemah dan terjebak dalam hutang.
Itu…
Untukmu. Yang masih merasa lemah lantas malah menghalangimu untuk semakin dekat pada Allah. Nggak usah ragu, Kawan. Justru pas lagi lemah gini, pas lagi belum mandiri, pas lagi ngerepotin orang ini. Yuk dekat sama Allah. Minta sama Allah. Perbaiki hubungan kita dengan Allah. Semangat yuk belajar quran. Semangat buat hijrah dari tidak ngerti agama jadi mulai belajar agama. Itu! Allah yang akan memampukan kita, bikin kita mandiri. Yakin aja. Believe.
Pokoknya mah Allah saja.
Bergantung sama Allah aja. Dan perlu kamu tahu, yang bikin kita mandiri itu Allah juga.
***