Ikan dan Semut

“Ikan!” seru Una, anak kami yang belum genap berusia 2 tahun.

“Itu elang, Una!” jawabku. Sambil menunjuk ke arah patung burung garuda.

“Ikan!” serunya lagi.

“Itu elang, Sayang!” sambil terus menunjuk ke lambang negara Indonesia.

***

Di kesempatan lain ketika membacakan buku –lebih tepatnya menceritakan gambar yang ada di dalam buku. Una mengucapkan satu kata lagi yang membuatku terheran-heran.

“Semut!” ujarnya.

“Itu bukan semut, Sayang.”

***

Apa yang kita lihat, kadang tidak dilihat oleh orang lain. Kita bisa menemukan kebaikan di satu sisi, namun ternyata kebaikan yang sama tidak dilihat oleh orang lain. Atau sebaliknya, ternyata kita tidak bisa melihat kebaikan yang orang lain lihat.

Jadi tidak usah panik, tidak usah khawatir, tidak pula kudu keukeuh dengan prinsip, idealisme, pendapat atau apapun yang kita pegang–ketika orang lain tidak menganggap atau melihat hal yang sama. Mungkin mereka melihat hal yang berbeda.

Karena dari seorang Ayah dan belahan jiwanya yang baru 21 bulan itu, apa yang mereka lihat bisa berbeda.

***

Di ruang tamu sahabat kami itu, ternyata ada miniatur pesawat garuda. Tepat di atas meja, di bawah patung garuda berada, yang kukira elang. Miniatur pesawat itulah yang dikira anak kami, ikan. Lalu di tikar tempat kami membacakan buku, melintas seekor semut yang sebelumnya tak bisa kucermati.

***

Leave a comment